Sabtu, 10 Januari 2009

AL-KINDI


Al-Kindi (يعقوب بن اسحاق الكندي) (lahir: 801 - wafat: 873)

Bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf YunaniAristotelesPlotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan. diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya dan

Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan, dari Irak. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah mempengaruhi konsep al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang sains dan psikologi.

Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.

Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.

Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.

Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin al-Shabbah bin Imran bin Mubin al-Asy'ats bin Qais al-Kindi.Kakek buyutnya yang bernama al-Asy'ats bin Qais adalah salah seorang sahabat Nabi yang gugur bersama Sa'ad bin Abi Waqash dalam sebuah peperangan antara kaum muslimin dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya, Ishaq bin al-Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan al-Mahdi (775-785 M) dan al-Rasyid (786-809 M). Walaupun sang Gubernur sibuk dengan kegiatan-kegiatan politiknya, ia tetap memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan putra tersayangnya, dan dengan kekayaan yang dimiliknya ia memberikan fasilitas dan sekolah yang terbaik bagi putranya. Al-Kindi memulai perjalanan intelektualnya dari tanah kelahirannya sendiri yaitu Kufah, kemudian melanjutkan pendidikannya ke kota Bashrah, yang pada saat itu merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat utama gerakan pemikiran dan filsafat. Di Bashrah ia mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, matematika dan filsafat. Tetapi tampaknya beliau begitu tertarik kepada filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga setelah ia pindah ke Baghdad, beliau mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan seperti matematika, fisika, astronomi, ilmu mantiq, seni musik hingga filsafat.


Corak dan bentuk filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena buku-bukunya tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan, para peminat filsafat menemukan kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Mereka yang berminat besar menelaah filsafat Islam, baik kaum orientalis barat maupun orang-orang Arab sendiri, telah menerbitkan risalah-risalah tersebut. Dengan demikian, orang mudah menemukan kejelasan mengenai posisi dan paham al-Kindi dalam filsafatnya. Menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar (knowledge of truth). Al-Quran yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Dengan demikian, menurut al-Kindi, orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. Beliau mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. Pada beberapa hal, al-Kindi sependapat dengan filosof terdahulunya seperti Plato dan Arisoteles. Namun, dalam hal-hal tertentu, al-Kindi mempunyai pandangannya sendiri.

Para sejarawan sepakat untuk menempatkan al-Kindi sebagai seorang muslim pertama yang mempelajari filsafat. Selain seorang filosof, al-Kindi juga dikenal juga sebagai penerjemah terbaik di masanya. Sepeninggal al-Kindi, muncullah filosof-filosof muslim kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Di antara mereka adalah al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal.Wallahu A'lam.
WALLAHUL HAADI ILA SIRATIL MUSTAQIM

Jumat, 02 Januari 2009

Kesabaran Dalam Berkeluarga




KITAB KAABAIR

hal.154

Al Kisah Dijaman Khalifaf Umar Bin Khattab.
Ada seorang laki-laki ingin mengadukan istrinya yang cerewet kepada gurutta Umar.
Sesampainya
dipintu rumah Umar dia tidak mengetuknya.
Dia hanya diam dipintu itu menunggu Umar keluar .
Tak lama kemudian ia mendengar dari dalam rumah,Umar di marahi oleh istrinya.
Umar hanya diam,tidak balik marah pada istrinya.Jadi pergilah laki-laki itu untuk kembali kerumahnya.
Dan berkata dalam hatinya:"Kalau begini keadaannya."
"Umar dengan kekuatannya dan
kekerasannya,raja dari orang mukmin."
"Bagaimana dengan keadaan saya yang hanya laki-laki biasa."
Dia pun bermaksud untuk pulang tidak jadi mengadukan istrinya.
Keluarlah Umar,Beliau melihat laki2 itu membelakangi pintunya.
dipanggillah laki2 itu."Hai saudara apakah hajatmu?"Tanya Umar
Jawab laki2 itu:"Wahai rajanya orang mukmin,saya datang untuk melaporkan kepadamu buruknya watak istriku dan cerewet kepada saya.
Akan tetapi tadi saya mendengar istri tuan juga sama.
Jadi saya bermaksud untuk kembali."
Jika begini keadaannya,tuan sebagai raja orang mukmin apalagi sya yang hanya orang biasa.
Berkata Umar:"Wahai saudaraku,Saya menerimanya karna ada beberapa haknya atasku.
1.Dialah yang memesakkan makananku.
2.Dialah yang membakarkan aku roti di pagi hari.
3.Dialah yang mencucikan pakaianku.
4.Dialah yang meyusui anakku.
Semuanya itu bukanlah kewajiban atasnya dan dialah yang membuat sehingga aku tidak melakukan zina.
Jadi saya bersabar karna hal itu.
Berkatalah laki2 itu:"Wahai rajanya orang mukmin begitu juga istriku."
Umar berkata:"Bersabarlah wahai saudaraku itu tidak akan berlangsun lama."

"Wallahul Haadi Ilaa Siratil Mustakim"